oleh
Muhamad Yunus
Indonesia berdiri atas konsepsi nation-state (negara-bangsa) yakni negara yang berdiri dengan kokoh diatas kaki bangsa-bangsa, seperti yang dilukiskan oleh Yudi Latif bahwa “kebangsaan indonesia adalah satu tubuh dengan banyak kaki. setiap kaki ini tidak ingin diringkus dan ditebas, melainkan tetap dipertahankan untuk memperkokoh rumah kebangsaan Indonesia. dengan pola antar kaki saling menendang yang bisa menimbulkan keretakan dan akhirnya bisa membawa roboh bangunan keindonesiaan”.
Bagaimana mungkin Indonesia menjadi kokoh, berdaulat, dan bermartabat jika fakta hidup sesuai dengan lantunan kata-kata seorang pelacur yang dilukiskan oleh A Donggo dengan sangat nyentrik “Kau mencari Indonesia? Kau akan menemukannya di perut rakyat yang kelaparan, dibawah tadahan tangan para pengemis, tongkat-tongkat para tuna netra. Hari ini pun jika kita ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama “kau mencari Indonesia?” Mungkin kita akan menjawab, kau akan menemukannya di himpitan perut elit (penguasa) yang kekenyangan, dibawah tangan-tangan para koruptor dan comprador, atau di rumah-rumah para penjarah alam indonesia dan seterusnya.
Dari sini kita butuh kejernihan pandangan untuk melihat masa depan Indonesia, tentunya melihat masa depan harus dengan semangat dan harapan. Optimisme harus ditanamkan dihati sanubari generasi bangsa agar dapat diwariskan secara turun temurun, seperti optimism para founding fathers dan ini tercermin dalam semboyan Bung Hatta : “diatas segala lapangan tanah air, aku hidup, aku gembira. Dan di mana kakiku menginjak bumi Indonesia disanalah tumbuh bibit cita-cita yang kusimpan dalam dadaku.” Lantas ia pun berikrar dengan megutip seuntai sajak René de Clerq: “hanya ada satu tanah air yang bernama tanah airku. Ia makmur karena usaha, dan usaha itu adalah usahaku.”
Didasari oleh keyakinan yang kuat, semangat dan harapan maka akan terbangun vitalitas bagi masa depan, dengan ditopang oleh nilai-nilai keTuhanan dalam bingkai kemanusiaan, agama yang ingklusif sehingga dapat mendorong proses transformasi pada etos sosial dan etos keberagamaan, etos bangsa dalam pergaluan antarsuku dan bangsa yang membangkitkan karakter bangsa yang beradab dan etika sosial bangsa serta moralitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Maka manusia Indonesia atau anak bangsa yang diamanahkan untuk mengurus Negara sebagai Negara kesejahteraan harus bersumber pada empat jenis tanggung jawab; pertama, Perlindungan dengan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, kedua, kesejahteraan dengan memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia, ketiga, Pengetahuan dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, keempat, perdamaiaan-keadilan dengan melaksanakan ketertiban dunia perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ketika manusia tinggal di Rumah keindonesiaan, maka harus ada yang melindungi segenap bangsanya dan seluruh tumpah darahnya, jika tidak maka tanggung jawab pertama telah di abaikan, hal ini bisa di amati lewat fenomena halaman depan rumah Indonesia yakni daerah-daerah perbatasan yang dianggap sebagai halaman belakang yang tak mendapatkan perlindungan, perhatian, bahkan tak terurus kehidupannya. Mestinya sebuah Rumah kalau di tempati dapat memberi perlindungan dari segala macam mara bahaya dan ancaman dari segala penjuru, jangankan ganggunan dan ancaman dari negeri atau rumah tetangga, negeri yang jauhpun harus diusir lalu angkat kaki dari rumah keindonesiaan. Semua orang yang melakukakan kejahatan di dalam rumah keindonesiaan harus disingkirkan ketempat yang tepat untuk ditempati olehnya. Apakah orang Amerika dan sekutunya atau siapapun, darimanapun datangnya, semunya harus disingkirkan pada tempat yang tepat untuknya, bagaikan sampah jika disimpan beserakan pada sembarang tempat maka sampah itu tidak akan kelihatan indah, sebaliknya sampah itu akan kelihatan indah jika di simpan pada tempatnya. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia memberikan ketegasan untuk memberikan perlindungan terhadap manusia indonesia (anak bangsa), warisan budaya dan adat istiadat, hutan, lautan, serta seluruh alamnya yang penuh dengan kekayaan, demi keutuhan dan kesatuan rumah indonesia dari sabang samapai merauke menjadi sebuah bangsa yang terhormat.
Setelah diberikan perlindungan, lalu kita berkata bahwa orang-orang miskin dan terlantar dipelihara oleh negara, dengan demikian orang miskin harus dirawat, dilestarikan, dan dimiskinkan secara turun temurun, karena jika tidak dipelihara dengan dirawat, dilestraikan, dimiskinkan maka orang-orang itu bisa saja jadi orang kaya raya, kalau demikian, tak akan ada lagi orang miskin di rumah Indonesia, jadinya gagal negara memelihara orang miskin karena orang-orang itu berubah jadi kaya. Mungkin begitulah perlindungan untuk orang miskin di tanah air Indonesia. Jika kita berharap tidak demikian model perlindungannya, maka semangat kesejahteraan dengan memajukan kesejahteraan umum harus mengena pada seluruh lapisan masyarakat Indonesia, orang-orang miskin harus mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan hidup, yang merupakan hak dasar baginya. Kemiskinan structural harus sesegera mungkin diberantas, karena dalam pandangan agama, miskin itu lebih dekat dengan kekufuran. Efek sosialnya dapat dilihat melalui fenomena perkelahian, perampokan, pencurian, pembantaian dengan motif ekonomi, bahkan terjadi anarkisme sosial karena ekonomi. Belum lagi busung lapar bertebaran diseluruh penjuru Rumah Indonesia.
Agar anak bangsa jauh dari kemiskinan, maka semuanya harus memiliki pengetahuan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Mungkinkah manusia Indonesia yang miskin bisa hidup sejatera kalau tidak memiliki modal kecerdasan? Tentu tidak, karena kecerdasan merupakan modal utama. Media yang cukup strategis untuk mengasah kemampuan dan kecerdasan yakni melalui pendidikan. Namun mahalnya biaya pendidikan juga menjadi penghambat, juga jauhnya dari pusat pendidikan menjadi kendala bagi daerah-daerah pedalaman dan terpencil, akhirnya di papua masih banyak anak bangsa yang pakai koteka ditengah era modern, beberapa suku anak dalam juga masih demikian kondisinya. Memilukan sekali wajah anak bangsa dan pendidikan kita. Ditambah lagi fenomena tawuran pelajar, narkoba, seks bebas, masalah kurikulum, masalah mutu pendidik, tak meratanya fasilitas pendidikan, serta banyak lagi masalah-masalah lainnya yang berhubungan dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Bukan hanya itu, masyarakat tani, masyarakat nelayan, masyarakat peladang dan berburu mestinya di cerdaskan agar terbangun kemadirian diantara mereka.
Seorang anak kecil ketika di Tanya apa yang kamu inginkan ketika berada dirumahmu? Ia menjawab, aku ingin susana yang damai. Seorang anak rindukan kedamaian, apakah elit-elit kekuasaan merindukannya juga layaknya sang anak? Entahlah,. Mungkinkah kedamaian akan datang jika kebodohan dan kemiskinan tecipta secara structural di rumah keindonesiaan kita? Rumah seharusnya memberikan kedamaian, ketenangan, keceriaan, kasih sayang, kegembiraan sehingga semuanya dalam keadaan tentram dan harmonis serta di liputi kebahagiaan. Tetapi Rumah keindonesiaan kita diwarnai dengan kekerasan baik kekerasan personal, kekerasan structural, maupun kekerasan institusional, perang antarmasyarakat, antarpelajar, antarmahasiswa, antarpolisi dan masyarakat, pertikaian antarpolitisi, antarpetinggi negara dan seterusnya, bila di urai mungkin lembaran kertas ini tak akan sanggup menampungnya. Menggeser dan menyingkirkan perilaku tak senonoh oleh semua anak bangsa menjadi sebuah keniscayaan dan sesungguhnya aktualisasi nilai-nilai etis kemanusiaan terlebih dahulu harus mengakar kuat dalam pergaulan kebangsaan yang lebih dekat sebelum menjangkau dunia. Ketertiban dunia tercermin dalam pergaulan antarbangsa, menuju sebuah perdamaian abadi bagi terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat indonesia.
Untuk itu, Negara sebagai suatu organisasi masyarakat yang bertujuan menyelenggarakan keadilan, mesti memainkan Peran sebagai upaya negara dalam mewujudkan keadilan sosial dalam Perwujudan relasi yang adil disemua tingkat sistem (kemasyarakatan), Pengembangan struktur yang menyediakan kesetaraan kesempatan, Proses fasilitasi akses atas informasi, layanan, dan sumberdaya yang diperlukan, Dukungan atas partisipasi bermakna atas pengambilan keputusan bagi semua orang. Dengan beberapa tanggung jawab dan peran penting yang mesti dimainkan oleh negara, besar harapan kita agar Rumah Indonesia berdiri kokoh sebagai negara yang berdaulat dan bermartabat.
Referensi
Cribb, R. 2001. “Bangsa: Menciptakan Indonesia”. Dalam Donald K. Emmerson (ed). Indonesia Beyond Soeharto: Negara, Ekonomi, Masyarakat, Transisi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Fauji, Muhammad, 2007. Agama Dan Realitas Sosial; Renungan & Jalan Menuju Kebahagiaan. PT Raja Grafindo Persada: Bandung.
Latif, Yudi. 2011. Negara Paripurna Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Madjid, Nurcholis, 2000. Islam, Doktrin dan Peradaban, Paramadina, Jakarta.
Rahmat, jalaludin. 2000. Rekayasa social. Reformasi revolusi, atau mansia besar, pt remaja rosdakarya: Bandung.
Ramzy, A. Naufal, 1993. Islam & Transformasi Sosial Budaya,Deviri Ganan, Jakarta.
Zulkarnaen, Fajar R. 2006. Menakar Konteks (refleksi pemikiran atas fenomena ummat dan bangsa),taman kampus pressindo: